PEMBELAJARAN INOVATIF

 

PEMBELAJARAN STEAM

 

STEAM

Merupakan suatu pendekatan pembelajaran interdisipliner yang inovatif dimana IPA, teknologi, teknik, dan matematika diintegrasikan dengan fokus pada proses pembelajaran pemecahan masalah dalam kehidupan nyata.

 

Tujuan pembelajaran STEAM

Dapat mengasah tingkat literasi STEAM pada peserta didik. Literasi STEAM menjadi tujuan yang dapat dicapai oleh peserta didik maupun pendidik.

 

Kegunaan Literasi STEAM 

Dalam perkembangan kehidupannya dan bagi pendidik literasi STEAM bermanfaat menunjang kinerja mendidik generasi yang kompetitif dan kolaboratif.

 

Prinsip-prinsip pembelajaran STEAM

Meliputi prnsip perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, perbedaan individual.

Problem Based Learning

Yaitu pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, dan bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.

 

Pembelajaran STEAM yang berpusat pada proyek

Didasarkan pada masalah dunia nyata. Proyek-proyek ini mengharuskan peserta didik untuk meneliti, mengusulkan dan memilih solusi, dan membuat desain. Setelah prototipe atau model dibuat, peserta didik menguji dan mempresentasikan temuan mereka, dan jika waktu memungkinkan, mereka mendesain ulang proyek dan melakukan perbaikan.

 

 

PEMBELAJARAN BERBASIS NEUROSAINS

Potensi Otak Dalam Neurosains Menurut Jensen

Otak manusia memiliki potensi kecerdasan yang luar biasa besar, dimana jumlah koneksi sel neuron pada otak kita diestimasi sekitar seratus triliun (Jensen, 2008). Otak kita memiliki dua macam sel, yaitu sel neuron dan sel glial (Jensen, 2008). Setiap sel neuron memiliki satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf yang disebut dendrit dan axon.

 

Dendrit

berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel syaraf, dan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan neuron lain melalui sinapsis. Kedua, sel glial atau “lem”.

 

Peran sel glial menurut Rakhmat

diantaranya ialah memproduksi dan membungkus axon dengan zat lemak yang disebut myeilin, pendukung struktural bagi penghalang darah otak, transportasi nutrien, dan pengaturan sistem imun. Keberadaan myeilin pada axon berfungsi mengatur seberapa cepat axon menyampaikan informasi (Rakhmat, 2005).

 

Meylin yang menyelimuti axon pada suatu neuron

akan semakin menebal ketika seseorang melakukan pengulangan pada informasi pengetahuan yang pernah dipelajarinya. Artinya, otak akan menyimpan dengan baik informasi pengetahuan yang pernah dipelajarinya, jika informasi tersebut sering digunakannya.

 

Kecerdasan peserta didik sangat ditentukan oleh

Banyak sedikitnya sambungan (sinapsis) antar sel neuron di dalam otaknya. Untuk meningkatkan dan menguatkan jumlah koneksi (sinapsis) antar sel neuron pada otak dapat dilakukan dengan cara memfasilitasinya dengan lingkungan yang kaya akan rangsangan belajar.

 

 

 

 

Tteori neurosains, belajar adalah

Proses membangun dan mengubah koneksi-koneksi dan jaringan-jaringan saraf (sinaptik). Belajar terjadi ketika sebuah axon (yang merupakan perluasan yang lebih kecil dan menyerupai kaki) bertemu dengan sebuah dendrit dari sel yang ada di sekitarnya.

 

 

Ada beberapa prinsip pembelajaran berbasis neurosain yang perlu diperhatikan agar pembelajaran mampu mengoptimalkan potensi kecerdasan otak peserta didik,

diantaranya yaitu;

(a) pembelajaran terkait penyerapan informasi paling baik dilakukan di pagi hari, sedangkan waktu terbaik untuk pengulangan, pengolahan dan refleksi informasi paling baik dilakukan di waktu sore hari;

(b) Pembelajaran akan membantu otak untuk tetap mempertahankan perhatiannya jika peserta didik setiap sembilan puluh menit diberi kesempatan untuk melakukan gerakan peregangan otot atau relaksasi tubuh dengan tenang sekitar sepuluh menit;

(c) Belahan otak kanan dan kiri kita mengalami siklus efisiensi secara bergantian setiap sembilan puluh sampai seratus menit, dari spasial tinggi-verbal rendah-verbal tinggi-spasial rendah. Untuk itu pembelajaran sebaiknya menggunakan bentuk aktivitas yang bervariasi dan setiap anak diberikan kesempatan memilih bentuk aktivitas tersebut sesuai siklus bio-kognitif dan gaya belajar mereka;

(d) Pembelajaran akan lebih optimal apabila mampu mengembangkan belahan otak kanan dan kiri secara seimbang;

(e) Pembelajaran akan mencapai hasil terbaik apabila difokuskan pada pembahasan materi, dipecah, dan difokuskan kembali pada pembahasan materi;

(f) Pembelajaran akan menarik perhatian otak, jika memperhatikan perubahan gerakan, cahaya, kekontrasan, dan warna;

(g) Proses pembelajaran agar optimal perlu memperhatikan beberapa faktor lingkungan seperti suhu ruangan, pilihan warna kelas, desain warna tampilan media, pengaturan ruang kelas, pencahayaan, tanaman, musik, aroma, ketersediaan air minum, dan media pembelajaran; dan

(h) Proses pembelajaran akan lebih optimal jika peserta didik memperoleh asupan gizi dan nutrisi yang cukup, sehingga anak memiliki hemoglobin dalam darah (HB) yang tinggi;

(i) Tingkatkan kondisi emosional positif peserta didik dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, permainan, humor, dan perhatian personal.

Menurut Jensen (2008) pembelajaran berbasis neurosains dapat dilaksanakan menggunakan lima tahap pembelajaran yaitu:

(1)   tahap persiapan,

merupakan tahap pemberian kerangka kerja bagi pembelajaran baru dan mempersiapkan otak peserta didik dengan koneksi-koneksi yang memungkinkan. Kegiatan persiapan belajar dapat dilakukan dengan beberapa strategi diantaranya yaitu; membuat peserta didik tertarik dan senang dengan proses kegiatan belajar yang akan dilakukan, melakukan presentasi visual garis besar keseluruhan materi pelajaranyang akan dipelajari, dan menjelaskan kaitan topik materi yang akan dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, serta menjelaskan manfaat dan pentingnya topik yang dipelajari.;

(2)   tahap akuisisi

adalah, tahap penciptaan koneksi dimana neuron-neuron dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Koneksi antar neuron akan terbentuk ketika pengalaman belajar yang dialami peserta didik bersifat baru dan koheren (berhubungan) dengan materi yang pernah dipelajari. Kegiatan Akuisisi dapat dilakukan melalui kegiatan pembelajaran yang bervariasi diantaranya melalui kegiatan diskusi, pembelajaran dengan memanfaatkan media visual, stimulasi lingkungan, pengalaman praktis seperti percobaan-eksperimen atau simulasi, kegiatan manipulatif, video refleksi, proyek-proyek kelompok, dan aktivitas berpasangan.

(3)   tahap elaborasi

(tahap koreksi kesalahan & pendalaman), merupakan tahap untuk memastikan apakah materi yang dikuasai peserta didik adalah ilmu yang benar dan akurat. Beberapa kegiatan belajar yang dapat dilaksanakan pada tahap ini diantaranya yaitu; tanya jawab terbuka tentang kegiatan simulasi yang telah dilakukan, presentasi dan diskusi kelas hasil eksperimen peserta didik, pemberian umpan balik, pemberian koreksi terhadap hasil diskusi kelas jika terjadi miskonsepsi, dan penegasan pemahaman peserta didik melalui presentasi visual yang menarik atau pemutaran video, dan lain sebagainya, yang dilanjutkan dengan meminta peserta didik untuk membuat peta konsep (peta pikiran) atau menyusun soal pertanyaan terkait materi yang telah dipelajari.

(4)   tahap formasi memori,

merupakan tahap merekatkan ikatan koneksi antar neuron agar lebih kuat, diantara dapat dilakukan dengan cara menyediakan waktu khusus untuk peserta didik melakukan perenungan terkait materi yang baru selesai dipelajari, menyediakan area untuk peserta didik mendengarkan musik, serta mengajak peserta didik untuk melakukan peregangan dan latihan relaksasi.

(5)   tahap integrasi fungsional

(penggunaan yang diperluas).

Tahap ini dapat dilakukan dengan menerapkan metode pembelajaran secara bervariasi, diantaranya dengan;

(a) mengkondisikan peserta didik untuk bisa menyampaikan apa yang telah dipelajari kepada temannya, misalnya mempresentasikan peta konsep yang telah mereka buat pada tahap sebelumnya;

(b) mengkondisikan agar peserta didik saling bertanya dan mengevaluasi satu sama lain;

(c) meminta peserta didik untuk mempublikasikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk essay atau artikel.

 

PEBELAJARAN DIGITAL

Pembelajaran digital

Praktik pembelajaran yang menggunakan teknologi secara efektif untuk memperkuat pengalaman belajar peserta didik yang menekankan instruksi berkualitas tinggi dan menyediakan akses ke konten yang menantang dan menarik, umpan balik melalui penilaian formatif, peluang untuk belajar kapan saja dan di mana saja, dan instruksi individual untuk memastikan semua peserta didik mencapai potensi penuh mereka.

Prinsip Pembelajaran Digital

1)      Personalisasi,

2)      Partisipasi aktif peserta didik,

3)      Aksesibilitas

4)      Penilaian.

 

Potensi Pemanfaatan Pembelajaran Digital dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari,

1)      Sebagai alat komunikasi,

2)      Alat mengakses informasi

3)      Alat pendidikan atau pembelajaran.

 

Aplikasi yang dapat diintegrasikan dan dimanfaatkan dalam kelas digital, diantaranya

1)      Penggunaan mobile learning atau m-learning,

2)      Pemanfaatan media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube, Snapchat, Twitter, Whatsapp, Line, dan sebagainya;

3)      Pemanfaatan pembelajaran berbasis permainan, serta pemanfaatan Cloud Computing.

 

MODEL PEMBELAJARAN  “Blended Learning”

Menurut Staker & Horn (2012) blended learning sebagai model pembelajaran yang mengkombinasikan antara pembelajaran online dengan pembelajaran konvensional (tatap muka). Pada pembelajaran model ini, peserta didik difasilitasi untuk dapat belajar dan mengulang materi secara mandiri secara online serta melakukan satu bagian sesi pembelajaran lainnya dilakukan secara tatap muka di dalam ruangan kelas.

 

Karakteristik dari pembelajaran yang menggunakan model blended learning (Prayitno, 2015) diantaranya yaitu:

(a) Model blended learning menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pendidikan, gaya pembelajaran, dan menggunakan berbagai media berbasis teknologi;

(b) Model blended learning mengkombinasikan pola pembelajaran langsung (tatap muka), belajar mandiri, dan pembelajaran menggunakan sistem online;

(c) Guru dan orangtua memiliki peran yang sama penting, dimana guru berperan sebagai fasilitator dan orangtua berperan sebagai pendukung.

 

Model pembelajaran blended learning yang cukup sering digunakan dalam pembelajaran menurut Clayton Christensen Institute meliputi:

(a) Model Rotasi (Rotation Model): Model kelas Station Rotation, model kelas Lab/Whole Group Rotation, model kelas Flipped (Flipped Clasroom), model rotasi individu (Individual Rotation); (b) Model Kelas Flex;

(c) Model Kelas Self-Blend;

(d) Model Enriched-Virtual.

 

Tiga komponen penting harus diperhatikan dalam merancang dan mengembangkan aktifitas pembelajaran dengan model blended learning yaitu:

(a) Standar capaian dan tujuan pembelajaran;

(b) Penilaian;

(c) Kegiatan pembelajaran.

 

Beberapa aplikasi atau platform yang dapat dimanfaatkan untuk model pembelajaran blended learning yaitu:

(a) Moodle;

(b) Edmodo;

(c) Google Group.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONEKSI ANTAR MATERI - MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF (Guru Penggerak)

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 - Coaching (Guru Penggerak)